Friday, January 31, 2014

Arsitek VS Iklim ?

Sebelum menuju isi dari postingan ini izinkan aku mengucapkan :
Selamat Tahun Baru Imlek 2565 bagi yang merayakan~
Gong Xi Fa Cai~ (◦'⌣'◦) 
Diriku sempat berkelakar ke BiibopH dengan meminta-minta angpao. Hahaha.
Soalnya menurutku ini bukan perayaan hari keagamaan tapi merupakan perayaan dari ras, jadi bagi ras yang bersangkutan harusnya bangga. Namun sempitnya pemikiran dengan suatu idealisme kepercayaan membuat hal ini cukup menjadi isu negatif. Semoga di masa yang akan datang akan banyak masyarakat Indonesia yang berpikiran terbuka yaa~ (◦'⌣'◦)


Oke menuju ke topik utama kali ini.
Diriku membaca sebuah artikel di sebuah webpage baru seputar dunia arsitektur yang dikelola oleh pemimpin redaksinya sekaligus dosen pembimbing Studio Dasar Desain 2 kelompokku, Kak Robin Hartanto, yaitu Konteks.org
Artikel tersebut adalah Arsitektur dan Iklim yang ditulis oleh Bu Avianti Armand, salah satu dosen di jurusan Arsitektur UPH, juga seorang arsitek, dan penulis. Melihat dari judul yang aku tulis ini adalah sebagai respons mengenai pemahamanku yang masih sangat dangkal tentang dunia arsitektur. Artikel yang ditulis oleh Bu Avianti tersebut menambah ilmuku tentang arsitektur. Terutama bahwa banyak bangunan yang dirancang oleh arsitek terkenal (karena sering dibahas di perkuliahan) lalu banyak dibicarakan oleh khalayak ramai, ternyata tidak ramah dengan iklim di mana bangunan tersebut dibangun.

Ternyata pula banyak komplain dari para penghuninya, namun karena nama arsitek yang membuat bangunan tersebut sudah terlanjur bagus, maka tenggelamlah komplain yang telah bermunculan. Mungkin pun karena penghuninya gengsi pula jadi dengan sangat terpaksa menempati dan beradaptasi dengan ketidak-nyamanan saat cuaca buruk datang. Namun bukankah fungsi utama bangunan yang baik itu dapat melindungi penghuninya dari buruknya iklim ?

Inilah gejolak terbesar dalam dunia arsitektur. Kadang arsitek pun demi desain yang oke bisa tiba-tiba mengenyampingkan kenyamanan klien. Gejolak ini mengguncang idealisme.

Bagi yang masih belajar seperti diriku saat ini, masih menganggap bahwa idealisme harus ditegakkan. Karena kami memang diajarkan untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan pada TOR Proyek yang merupakan simulasi keinginan klien. Namun mungkin saja pada prakteknya nanti, apalagi saat telah bekerja sebagai arsitek dan menyatu dengan masyarakat, tiba-tiba ego itu muncul. Keinginan untuk membuat inovasi desain yang bagus, lalu bisa dibicarakan masyarakat, atau pun karena gengsi semata. Semua itu bisa mengenyampingkan hal-hal yang seharusnya menjadi prioritas utama yaitu kebutuhan klien sebagai penghuni bangunan. Akhirnya cukup kasihan si klien ini nanti yang harus siap beradaptasi dengan kejamnya iklim. Jadi sia-sialah bangunan itu dibuat demi arsitektur. Karena berakhirnya menjadi bangunan yang hanya bisa dinikmati sebagai karya seni semata.

Maka ini pertanyaan penting bagi diriku sendiri :
Dapatkah merancang bangunan yang dihuni manusia yang dapat bekerja sama dengan kondisi lingkungan di sekitarnya (termasuk iklim) namun juga dapat dinikmati akan keindahannya ?



No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...